saat ini semua makalah di alihkan ke maininternetonline.blogspot.com
silahkan menuju blog baru saya dan dapatkan makalah lengkap klik disini

Sabtu, 12 April 2008

Bunga Bank

Saya seorang pegawai golongan menengah, sebagian penghasilansaya tabungkan dan saya mendapatkan bunga. Apakah dibenarkansaya mengambil bunga itu? Karena saya tahu Syekh Syaltutmemperbolehkan mengambil bunga ini. Saya pernah bertanya kepada sebagian ulama, di antara merekaada yang memperbolehkannya dan ada yang melarangnya. Perlusaya sampaikan pula bahwa saya biasanya mengeluarkan zakatuang saya, tetapi bunga bank yang saya peroleh melebihizakat yang saya keluarkan. Jika bunga uang itu tidak boleh saya ambil, maka apakah yangharus saya lakukan? JAWABAN Sesungguhnya bunga yang diambil oleh penabung di bank adalahriba yang diharamkan, karena riba adalah semua tambahan yangdisyaratkan atas pokok harta. Artinya, apa yang diambilseseorang tanpa melalui usaha perdagangan dan tanpaberpayah-payah sebagai tambahan atas pokok hartanya, makayang demikian itu termasuk riba. Dalam hal ini Allahberfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (Antara lain Baqarah: 278-279) Yang dimaksud dengan tobat di sini ialah seseorang tetappada pokok hartanya, dan berprinsip bahwa tambahan yangtimbul darinya adalah riba. Bunga-bunga sebagai tambahanatas pokok harta yang diperoleh tanpa melalui persekutuanatas perkongsian, mudharakah, atau bentuk-bentuk persekutuandagang lainnnya, adalah riba yang diharamkan. Sedangkan gurusaya Syekh Syaltut sepengetahuan saya tidak pernahmemperbolehkan bunga riba, hanya beliau pernah mengatakan:"Bila keadaan darurat --baik darurat individu maupun daruratijtima'iyah-- maka bolehlah dipungut bunga itu." Dalam halini beliau memperluas makna darurat melebihi yangsemestinya, dan perluasan beliau ini tidak saya setujui.Yang pernah beliau fatwakan juga ialah menabung di banksebagai sesuatu yang lain dari bunga bank. Namun, saya tetaptidak setuju dengan pendapat ini. Islam tidak memperbolehkan seseorang menaruh pokok hartanyadengan hanya mengambil keuntungan. Apabila dia melakukanperkongsian, dia wajib memperoleh keuntungan begitupunkerugiannya. Kalau keuntungannya sedikit, maka dia berbagikeuntungan sedikit, demikian juga jika memperoleh keuntunganyang banyak. Dan jika tidak mendapatkan keuntungan, dia jugaharus menanggung kerugiannya. Inilah makna persekutuan yangsama-sama memikul tanggung jawab. Perbandingan perolehan keuntungan yang tidak wajar antarapemilik modal dengan pengelola --misalnya pengelolamemperoleh keuntungan sebesar 80%-90% sedangkan pemilikmodal hanya lima atau enam persen-- atau terlepasnyatanggung jawab pemilik modal ketika pengelola mengalamikerugian, maka cara seperti ini menyimpang dari sistemekonomi Islam meskipun Syeh Syaltut pernah memfatwakankebolehannya. Semoga Allah memberi rahmat dan ampunan kepadabeliau. Maka pertanyaan apakah dibolehkan mengambil bunga bank, sayajawab tidak boleh. Tidak halal baginya dan tidak boleh iamengambil bunga bank, serta tidaklah memadai jika iamenzakati harta yang ia simpan di bank. Kemudian langkah apa yang harus kita lakukan jika menghadapikasus demikian? Jawaban saya: segala sesuatu yang haram tidak boleh dimilikidan wajib disedekahkan sebagaimana dikatakan para ulamamuhaqqiq (ahli tahqiq). Sedangkan sebagian ulama yang wara'(sangat berhati-hati) berpendapat bahwa uang itu tidak bolehdiambil meskipun untuk disedekahkan, ia harus membiarkannyaatau membuangnya ke laut. Dengan alasan, seseorang tidakboleh bersedekah dengan sesuatu yang jelek. Tetapi pendapatini bertentangan dengan kaidah syar'iyyah yang melarangmenyia-nyiakan harta dan tidak memanfaatkannya. Harta itu bolehlah diambil dan disedekahkan kepada fakirmiskin, atau disalurkan pada proyek-proyek kebaikan ataulainnya yang oleh si penabung dipandang bermanfaat bagikepentingan Islam dan kaum muslimin. Karena harta haram itu--sebagaimana saya katakan-- bukanlah milik seseorang, uangitu bukan milik bank atau milik penabung, tetapi milikkemaslahatan umum. Demikianlah keadaan harta yang haram, tidak ada manfaatnyadizakati, karena zakat itu tidak dapat mensucikannya. Yangdapat mensucikan harta ialah mengeluarkan sebagian darinyauntuk zakat. Karena itulah Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menerima sedekah dari hasil korupsi." (HR Muslim) Allah tidak menerima sedekah dari harta semacam ini, karenaharta tersebut bukan milik orang yang memegangnya tetapimilik umum yang dikorupsi. Oleh sebab itu, janganlah seseorang mengambil bunga bankuntuk kepentingan dirinya, dan jangan pula membiarkannyamenjadi milik bank sehingga dimanfaatkan karena hal ini akanmemperkuat posisi bank dalam bermuamalat secara riba. Tetapihendaklah ia mengambilnya dan menggunakannya padajalan-jalan kebaikan. Sebagian orang ada yang mengemukakan alasan bahwasesungguhnya seseorang yang menyõmpan uang di bank jugamemiliki risiko kerugian jika bank itu mengalami kerugiandan pailit, misalnya karena sebab tertentu. Maka sayakatakan bahwa kerugian seperti itu tidak membatalkan kaidah,walaupun si penabung mengalami kerugian akibat darikepailitan atau kebangkrutan tersebut, karena hal inimenyimpang dari kaidah yang telah ditetapkan. Sebabtiap-tiap kaidah ada penyimpangannya, dan hukum-hukum dalamsyariat Ilahi -demikian juga dalam undang-undang buatanmanusia-- tidak boleh disandarkan kepada perkara-perkarayang ganjil dan jarang terjadi. Semua ulama telah sepakatbahwa sesuatu yang jarang terjadi tidak dapat dijadikansebagai sandaran hukum, dan sesuatu yang lebih seringterjadi dihukumi sebagai hukum keseluruhan. Oleh karenanya,kejadian tertentu tidak dapat membatalkan kaidah kulliyyah(kaidah umum). Menurut kaidah umum, orang yang menabung uang (di bank)dengan jalan riba hanya mendapatkan keuntungan tanpamemiliki risiko kerugian. Apabila sekali waktu ia mengalamikerugian, maka hal itu merupakan suatu keganjilan ataupenyimpangan dari kondisi normal, dan keganjilan tersebuttidak dapat dijadikan sandaran hukum. Boleh jadi saudara penanya berkata, "Tetapi bank jugamengolah uang para nasabah, maka mengapa saya tidak bolehmengambil keuntungannya?" Betul bahwa bank memperdagangkan uang tersebut, tetapiapakah sang nasabah ikut melakukan aktivitas dagang itu.Sudah tentu tidak. Kalau nasabah bersekutu atau berkongsidengan pihak bank sejak semula, maka akadnya adalah akadberkongsi, dan sebagai konsekuensinya nasabah akan ikutmenanggung apabila bank mengalami kerugian. Tetapi padakenyataannya, pada saat bank mengalami kerugian ataubangkrut, maka para penabung menuntut dan meminta uangmereka, dan pihak bank pun tidak mengingkarinya. Bahkankadang-kadang pihak bank mengembalikan uang simpanantersebut dengan pembagian yang adil (seimbang) jikaberjumlah banyak, atau diberikannya sekaligus jika berjumlahsedikit. Bagaimanapun juga sang nasabah tidaklah menganggap dirinyabertanggung jawab atas kerugian itu dan tidak pula merasabersekutu dalam kerugian bank tersebut, bahkan merekamenuntut uangnya secara utuh tanpa kurang sedikit pun.

sumber: http://www.garas1.blogspot.com/

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda


Free Indo Flash Mp3 Player at musik-live.net

Search Engine Submitter


Undergoing MyBlogLog Verification


© 2008 MAKALAH ISLAM |  free template by Blogspot tutorial